Urgen Wajibkan Tambang Tak Rusak Lingkungan dan Bahayakan Manusia

Kerusakan alam parah di Bangka, dampak tambang. (Foto: Friend of the Earth)

Eksploitasi tambang terjadi merata hampir di berbagai daerah di Indonesia. Tak kurang 149 juta hektar atau 44 persen daratan negeri ini digarap tambang. Kerusakan pun terjadi di mana-mana, tak hanya mengancam lingkungan, juga keselamatan warga. Untuk itu, sudah saatnya ada aturan mewajibkan operasi tambang tak merusak lingkungan dan mengancam jiwa manusia.

Pius Ginting, Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi Nasional, mengatakan, satu contoh tambang massif ada di Bangka. Hasil investigasi yang digelar oleh Friends of the Earth dirilis November 2012, mengungkapkan dua produsen smartphone, Samsung dan Apple, masih menggunakan bahan timah dari Pulau Bangka, Indonesia. Penambangan timah di Bangka, menyebabkan kehancuran hutan, tanah pertanian, merusak terumbu karang, dan merugikan masyarakat. Lingkungan rusak dan  kehancuran lebih setengah pulau ini.

Pada awal Maret 2013, Walhi bersama Friends of the Earth Netherlands, dan Inggris melayangkan surat kepada para produsen timah. Mereka menyayangkan situasi lingkungan dan keselamatan manusia dampak kegiatan penambangan timah di Bangka Belitung.

Tiga lembaga ini meminta, penambangan memperhatikan pendapat masyarakat terdampak (veto rakyat), tidak akan menambang timah di kawasan lindung di hutan dan laut. Penambangan di laut tidak akan membahayakan terumbu karang, mangrove, rumput laut, daerah penangkapan ikan nelayan.

Sampai saat ini, belum ada tanggapan dari para produsen timah. Namun, pada, 21 Maret lalu, ITRI, mengunjungi kantor Walhi Nasional di Jakarta.  ITRI merupakan organisasi yang dibentuk untuk mendukung  industri dan pengembangan timah. Sebagian besar operasi mereka didanai oleh para produsen timah dan smelter.

Pius mengatakan, laporan kepolisian Bangka, satu orang meninggal setiap minggu karena pertambangan. “Ini tak bisa dibiarkan berlangsung terus,” katanya, usai bertemu dengan utusan ITRI.   ITRI, ujar dia, tak boleh menutup mata dengan dampak tambang yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan kehilangan jiwa manusia ini.

Di Afrika, katanya, ada DODD Frank Act, yang mengatur tak boleh ada timah dari wilayah konflik di Kongo. Walhi pun meminta, di Bangka, ada kebijakan mandatori serupa, guna memastikan tak ada timah yang merusak lingkungan, termasuk wilayah tangkap nelayan, dan menelan korban jiwa. “Kami harap ITRI ikut mendorong regulasi ini baik di tingkat lokal maupun internasional.”

Saat itu, ITRI, datang merespon kampanye Walhi tentang penambangan timah Bangka yang merusak lingkungan dan manusia. Mereka berjanji akan turun ke Bangka dan melihat pertambagan di daerah itu. Utusan ITRI bertanya, apa yang bisa dilakukan untuk perbaikan.  Namun, satu sisi, mereka yakin, operasi tambang timah di Bangka, sudah sesuai UU Minerba tahun 2009.

Audit Lingkungan

Tak jauh beda dengan Walhi, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) pun menyerukan audit menyeluruh terhadap pertambangan di negeri ini. Jatam aksi di depan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyerukan masalah ini pada Kamis (28/3/13).

A Haris Balubun, pengkampanye Jatam, mengatakan, audit lingkungan memang bukan satu-satunya jalan. Namun, setidaknya bisa mengungkapkan rekam jejak penyimpangan, dan kelalaian penyalahgunaan wewenang pengurus negara dalam mengelola sumber daya alam (SDA). “Dari sana dapat terlihat proses pemburukan lingkungan dan akibatnya. Ini tak lepas dari kepentingan kekuasan lokal dan nasional plus kekuatan modal.”

Audit lingkungan ini, kata Haris, bukan hal baru dalam kebijakan di Indonesia. Sebelum, UU NO 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, mengamanatkan audit, sudah ada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup tentang Pelaksanaan Pedoman Lingkungan. “Namun, sampai saat ini belum ada langkah nyata.”

Padahal, saat ini izin tambang merata di seluruh Indonesia. Jika tambang terus berkembang, maka status warga jauh dari selamat. “Kita masih ingat 16 desa di Sidoarjo, ditenggelamkan satu perusahaan saja dan menguras APBN. Bisa dibayangkan, jika 11 ribuan izin tambang  dan migas mengkapling-kapling ruang hidup rakyat,” ujar dia.

Tak hanya lahan rakyat, kawasan konservasi juga dicaplok. Data Jatam 2011, menyebutkan, sekitar 2,9 juta hektar luas izin tambang tumpang tindih dengan kawasan hutan. “Belum tentu semua sesuai prosedur alias legal,” kata Andri S Wijaya, Koodinator Jatam.

Kasus-kasus perusakan lingkungan, nyata di lapangan dan merupakan potret kegagalan perlindungan lingkungan. Fakta ini, ucap Andri, tak lepas dari kebijakan pembangunan berbasis perizinan dengan peluang korupsi begitu luas. “Negarapun tak hanya rugi oleh kerusakan lingkungan juga oleh para koruptor.” Untuk itu, audit lingkungan sektor pertambangan harus segera dan menyeluruh dari perizinan hingga pasca tambang.

 

Sumber : Mongabay


Cerita terbaru

Lowongan Pekerja Program LifeMosaic di Indonesia

2nd Aug 2021
Kesempatan khusus untuk bergabung dengan tim kecil LifeMosaic yang bersemangat. Kami sedang mencari Pekerja Program untuk mendukung gerakan masyarakat adat di Indonesia. Tenggat pengiriman lamaran tanggal 16 Agustus 2021.


Lowongan Pekerjaan di LifeMosaic

2nd Sep 2019
Ingin bergabung dengan tim LifeMosaic yang bersemangat? Kami sedang mencari Pekerja Program untuk mendukung gerakan masyarakat adat di Indonesia. Tenggat pengiriman lamaran tanggal 16 September 2019.


© 2024 Copyright LifeMosaic
LifeMosaic adalah lembaga nir laba yang tercatat (Nomer pencatatan : SC300597) dan lembaga amal tercatat di Skolandia dengan nomer SC040573